Gelar Pelatihan, Rumah Seni Budaya Singhasari dan Wangsa Singhasari Gali Motif Adiluhung Ken Dedes

Gelar Pelatihan, Rumah Seni Budaya Singhasari dan Wangsa Singhasari Gali Motif Adiluhung Ken Dedes

MALANG – Puluhan pencinta seni batik Kota Malang menggali lagi kekayaan ‘Motif Adiluhung’ dalam acara ‘Pelatihan Batik Cap dan Tulis’, yang diinisiasi Rumah Seni Budaya Singhasari (RBS) dan Wangsa Singhasari. Acara ini dihelat di Malang Creative Center (MCC) pada Sabtu (23/03/2024).

Dok. Media Production MCC
  Motif Adiluhung, yang diperkenalkan pada acara ini, disebut merupakan salah satu warisan era Singhasari. Sejarahnya bisa ditemukan di aksesoris Ken Dedes, yang digambarkan sebagai Prajnaparamita.   “Motif adiluhung ini merepresentasikan ikatan turun temurun dalam ikatan motif lima kelopak bunga padma,” kata pengelola RBS, Sadhana Devi S.Sn., “Motif ini digunakan sebagai media edukasi anak-anak untuk mengenal kembali Pancasila, yang hidup di dalam keluarga,” sambungnya.

  Menurut Budhe Sadha, sapaan akrab Sadhana Devi, motif adiluhung pertama ditemukan oleh maestro batik, Tatik Hajar. Wanita berusia 57 tahun ini menilai bahwa warisan tersebut merupakan sebuah jembatan penting dalam memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia. Upaya Budhe Sadha melestarikan Motif Adiluhung melalui pelatihan ini pun mendapat respons positif dari pencinta batik Kota Malang. Puluhan pencinta seni batik Kota Malang dengan antusias mengikuti acara tersebut.

  Dalam acara ini, peserta diajak untuk memperdalam pemahaman mereka tentang seni batik, mulai dari teknik membatik dengan canting tulis hingga menggunakan batik cap. Selain itu, mereka juga diajak mempelajari sejarah batik Singhasari yang kaya akan nilai budaya.
Dok. Media Production MCC
  Budhe Sadha menilai, kesuksesan acara ini merupakan bukti nyata bahwa sinergi antara seniman, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat menciptakan momentum baik dalam memajukan budaya dan ekonomi lokal. Selain itu, sambung sosok yang mendedikasikan diri untuk pengembangan budaya di Kota Malang tersebut, sinergi ini juga membawa dampak positif yang signifikan dalam membuka peluang baru bagi para pelaku ekonomi kreatif di Kota Malang.

  “Contohnya adalah Rumah Seni Budaya Singhasari (RSBS), yang aktif berperan dalam sektor kriya untuk memperluas jaringan serta mengembangkan karya-karya baru mereka untuk berkontribusi lebih besar dalam memajukan industri kreatif di daerah tersebut,” tuturnya.

  Lebih lanjut, Budhe Sadha juga menilai bahwa keberhasilan acara ini tidak luput dari sokongan Malang Creative Center. Ia menilai kelengkapan fasilitas di Malang Creative Center sangat membantunya dan para pegiat budaya lain untuk menggelar agenda mereka.

  “Saya pikir sangat lengkap di sini. Banyak sekali space untuk kita berkegiatan, untuk kreator-kreatornya Malang. Apalagi, sejauh ini masih gratis,” kata Budhe Sadha. “Semoga penyelenggaraan acara pelatihan ini dapat menginspirasi para kreator kreatif untuk terus berkarya dan melestarikan kekayaan budaya Indonesia melalui seni batik,” ia menandaskan. (Tan/Aur).
[English Version]

Holds Training, Rumah Seni Budaya Singhasari dan Wangsa Singhasari Explore Adiluhung Ken Dedes Motifs

MALANG – Dozens of batik art lovers in Malang City explored the richness of the ‘Adiluhung Motif’ in the ‘Batik Cap and Tulis Training’ event, which was initiated by Rumah Seni Budaya Singhasari (RBS) and Wangsa Singhasari. The event was held at the Malang Creative Center on Saturday, (23/03/2024).

Dok. Media Production MCC
  The Adiluhung motif, which was introduced at this event, is said to be one of the legacies of the Singhasari era. Its history can be found in the accessories of Ken Dedes, who is described as Prajnaparamita.

  “This Adiluhung motif represents a hereditary bond in a five-petal lotus motif,” said RBS manager Sadhana Devi S.Sn., “This motif is used as an educational medium for children to recognize Pancasila, which lives in the family,” she continued.

  According to Budhe Sadha, Sadhana Devi’s nickname, the first Adiluhung motif was discovered by batik maestro Tatik Hajar. The 57-year-old woman considers this heritage to be an important bridge in introducing Indonesia’s rich culture.

 Budhe Sadha’s efforts to preserve the Adiluhung Motif through this training also received a positive response from batik lovers in Malang City. Dozens of batik art lovers in Malang enthusiastically participated in the event.

In this event, participants were invited to deepen their understanding of the art of batik, ranging from batik techniques with written canting to using printed batik. In addition, they were also invited to learn the history of Singhasari batik, which is rich in cultural values.
Dok. Media Production MCC
  Budhe Sadha believes that the success of this event is clear evidence that the synergy between artists, local government, and the community can create momentum to advance local culture and economy. In addition, continued the figure who dedicates himself to cultural development in Malang City, this synergy also has a significant positive impact in opening up new opportunities for creative economy actors in Malang City.

  “An example is the Singhasari Cultural Arts House (RSBS), which actively plays a role in the craft sector to expand their network and develop new works to contribute more to advancing the creative industry in the area,” he said.

  Furthermore, Budhe Sadha also considered that the success of this event was due to the support of Malang Creative Center. She assessed that the facilities at Malang Creative Center helped her and other cultural activists hold their agenda.

  “I think it is very complete here. There are so many spaces for us to do activities for Malang’s creators. Moreover, it’s still free so far,” said Budhe Sadha. “Hopefully, the organization of this training event can inspire creative creators to continue working and preserving the richness of Indonesian culture through the art of batik,” she emphasized. (Tan/Aur).

Add a Comment

Your email address will not be published.