Ratusan Pelajar Indonesia hingga Luar Negeri Mengikuti YNSF dan YISF di Kota Malang
MALANG – Ajang kompetisi peneliti muda Youth National Science Fair (YNSF) dan Youth International Science Fair (YISF) tahun 2024 sedang berlangsung di Malang Creative Center (MCC), sejak 28 Februari 2024. Peserta yang berpartisipasi di YNSF dn YISF mulai dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah menengah pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA\SMK\MA), dan tingkat Universitas yang ada di Indonesia maupun luar negeri.
Ketua penyelenggara Indonesian Young Scientist Association (IYSA), Deni Irawan menjelaskan tentang YNSF dan YISF yang sudah berjalan lama. Dan untuk tempat penyelenggaraanya tidak monoton di satu tempat, tetapi bergilir di setiap kota tiap tahun.
Ketua penyelenggara Indonesian Young Scientist Association (IYSA), Deni Irawan menjelaskan tentang YNSF dan YISF yang sudah berjalan lama. Dan untuk tempat penyelenggaraanya tidak monoton di satu tempat, tetapi bergilir di setiap kota tiap tahun.
“Kalau yang YISF itu level Internasional dan YNSF level nasional. Untuk YNSF ini sudah tahun ke-6, sementara YISF sudah tahun ke-4. Kami selenggarakan sejak 2019 untuk YISF dan YNSF itu kami selenggarakan sejak 2021. Di tahun 2019, YNSF diselenggarakan di UPI Bandung, kemudian tahun selanjutnya itu online karena pandemi. Kemudian tahun 2021 online, kemudian tahun 2022 di Universitas Dian Nuswantoro, tahun 2023 di Universitas Mahadewa Indonesia dan tahun 2024 di MCC,” katanya.
Ada begitu banyak kriteria penilaian dari dewan juri. Seperti orisinalitas atau karya dan hasil penelitian yang dilakukan merupakan karya sendiri dari peserta bukan dibuatkan oleh orang lain. Kemudian juga ada Nobelty, jadi termasuk di dalamnya ada ethical currency dan pengujian di laboratorium. Tidak hanya itu, setiap peserta harus bisa mempresentasi dengan baik dan komunikatif dan Awarding kategori Social Science, Life Science, teknologi dan lingkungan.
Pak Deni juga berharap agar peserta yang berkompetisi mampu bersaing dengan sportif dan bisa menjadikan kompetensi ini sebagai pengalaman untuk mereka.
“Harapannya, semoga mereka dapat bertanding atau berkompetisi secara sportif, tetap menjunjung tinggi kode etik. Kemudian, apapun nanti hasilnya tergantung dewan juri. Dan semoga dari event ini mereka menambah pengalaman, kreativitas, critical thinking, komunikasi, kolaborasi, dan tentunya dapat berinteraksi satu sama lain. engan pelajar baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” tuturnya.
Salah satu team yang mengikuti YISF, Phaedra Phalosa Mariono dan Chandra Dewanti Henayusiwi siswi SMAN 3 Semarang, menjelaskan tentang hasil temuan mereka Carbon Dots (CDots), yang merupakan alat yang mampu mendeteksi kandungan besi dan tembaga yang ada di dalam air.
“Harapannya, semoga mereka dapat bertanding atau berkompetisi secara sportif, tetap menjunjung tinggi kode etik. Kemudian, apapun nanti hasilnya tergantung dewan juri. Dan semoga dari event ini mereka menambah pengalaman, kreativitas, critical thinking, komunikasi, kolaborasi, dan tentunya dapat berinteraksi satu sama lain. engan pelajar baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” tuturnya.
Salah satu team yang mengikuti YISF, Phaedra Phalosa Mariono dan Chandra Dewanti Henayusiwi siswi SMAN 3 Semarang, menjelaskan tentang hasil temuan mereka Carbon Dots (CDots), yang merupakan alat yang mampu mendeteksi kandungan besi dan tembaga yang ada di dalam air.
“Jadi, kita membuat pendeteksi dan filtrasi besi dan tembaga di air menggunakan Carbon Dots, yang kami buat. Carbon Dots Ini memiliki kemampuan untuk mengeluarkan cahaya saat dideteksi. Berdasarkan cahaya tersebut, nanti bisa mendeteksi berapa persen kandungan besi dan tembaga yang terkandung di dalam air tersebut. Lalu dengan siklus ini nanti setelah melalui proses shaker, kandungan besi dan tembaga dalam air berkurang,” ucapnya.
Phaedra dan Chandra juga menyampaikan tujuan mereka memilih Carbon Dots dalam penelitian yang mereka temui, dengan alasan alat yang mereka temui mudah dipakai dan digunakan kapan saja.
“Air-air di Indonesia banyak yang tercemar dan sering diabaikan, juga sulit dideteksi. Jika ingin di deteksi harus ke laboratorium, sedangkan dengan ini bikinnya pakai limbah-limbah rumah. Dan alat ini ukurannya kecil sehingga mudah dibawa dan bisa langsung dites ke lapangan,” tutupnya. (He/Aur).
Phaedra dan Chandra juga menyampaikan tujuan mereka memilih Carbon Dots dalam penelitian yang mereka temui, dengan alasan alat yang mereka temui mudah dipakai dan digunakan kapan saja.
“Air-air di Indonesia banyak yang tercemar dan sering diabaikan, juga sulit dideteksi. Jika ingin di deteksi harus ke laboratorium, sedangkan dengan ini bikinnya pakai limbah-limbah rumah. Dan alat ini ukurannya kecil sehingga mudah dibawa dan bisa langsung dites ke lapangan,” tutupnya. (He/Aur).